Bidikutama.com – Dewasa ini sering kita dengar banyak kasus tindak kekerasan yang terjadi di dalam dunia pendidikan yang dilakukan oleh beberapa oknum guru dan siswa, yang mana hal tersebut bisa mencederai citra pendidikan sendiri. Tindakan kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan bukanlah hal yang kita semua inginkan karena seharusnya dunia pendidikan diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat secara edukatif.
Namun pada kenyataannya saat ini marak sekali kita dengar banyaknya kasus yang terekspos ke media tentang kekerasan dalam dunia pendidikan yang dilakukan oleh oknum guru kepada siswa maupun oleh oknum siswa kepada guru. Di tengah-tengah budaya masyarakat Indonesia saat ini, hukuman yang melibatkan fisik dalam pendidikan di Indonesia dianggap wajar dan tidak menjadi masalah seperti yang sering terjadi dalam sekolah-sekolah kedinasan. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh senior pada para juniornya, dan tak ayal hal itu juga menyebabkan korban jiwa. Kegiatan OSPEK juga sering kali menjadi ajang para senior untuk menunjukan kekuasaannya, ditambah dengan acara bentak-bentakan yang dilakukan kepada para juniornya dengan dalih untuk melatih mental dan menjaga ketertiban selama acara berlangsung. Padahal kekerasan tidak selalu dapat menyelesaikan masalah, justru kekerasan lebih sering menimbulkan masalah baru yang akhirnya menjadi tradisi dari satu angkatan ke angkatan lainnya, dan sering digunakan sebagai ajang balas dendam.
Ada beberapa contoh kasus kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, seperti yang terjadi pada tahun 2017 di salah satu sekolah yang ada di Kota Rangkasbitung, seorang guru melayangkan penghapus white board kepada salah satu siswanya sambil mengucapkan kata-kata kasar yang seharusnya tidak boleh diucapkan oleh seorang guru, yang mana sosok seorang guru ini adalah sosok yang digugu dan ditiru. Sangat disayangkan ketika hal ini dilakukan oleh seorang guru yang masih berada di lingkungan sekolah tersebut.
Lalu pada tahun 2019 kemarin, terjadi kasus pembunuhan di salah satu SMK di Kota Manado yang dilakukan oleh salah satu siswa terhadap gurunya, dan penyebab pembunuhannya hanya karena siswa tersebut tidak terima ditegur gurunya ketika sedang merokok. Di Jakarta Timur, seorang guru tega memukuli salah satu siswanya yang masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar (SD), hingga menyebabkan memar di bagian mata kanannya. Di Bekasi, seorang guru memukuli sejumlah siswanya hanya karena mereka tidak memakai ikat pinggang.
Kasus di atas hanya merupakan segelintir kecil dari kasus kekerasan yang ada dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu mungkin saja terjadi karena kekerasan dalam dunia pendidikan memang sudah ada sejak dulu, namun yang membedakan hanya cara melakukan dan publikasinya saja. Ditambah sistem pendidikan di Indonesia yang cenderung hanya mementingkan aspek kognitif atau pengetahuannya saja, tetapi mengabaikan aspek afektifnya, padahal aspek afektif itu tidak kalah pentingnya dengan aspek kognitif.
Siswa dituntut untuk memiliki nilai yang bagus dalam setiap mata pelajarannya dan mayoritas guru yang mengajar di sekolah tidak memedulikan proses yang dilalui siswanya sehingga membuat banyak siswa untuk melakukan segala cara demi mendapatkan nilai yang bagus di setiap mata pelajarannya. Hal inilah yang kemudian memicu banyaknya kasus kekerasan di dalam dunia pendidikan, karena siswa hanya dituntut untuk mendapatkan nilai yang sempurna tanpa diajarkan bagaimana cara menghormati orang yang lebih tua, serta bagaimana cara menghormati guru dan teman sebayanya. Padahal seperti yang kita tahu bahwa mereka adalah calon-calon penerus bangsa ini.
Penulis: Opy Trisnawati (Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FKIP Untirta angkatan 2019)
Editor: Rara/BU