Bidikutama.com – Sejumlah Guru Besar dari berbagai Universitas di Indonesia menyuarakan keresahannya mengenai demokrasi yang tengah mengalami sakaratul maut menjelang Pemilu 2024. Kaum Intelektual itu menegaskan bahwa intrik politik para penguasa hari ini wajib untuk disangsikan. Berbagai pihak bertanya kenapa baru sekarang? (4/2)
Berawal dari rasa tanggung jawab–atau mungkin rasa bersalah–Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku almamater orang nomor satu di Indonesia saat ini, Joko Widodo. Melalui Petisi Bulak Sumur, UGM mendesak Presiden Jokowi agar kembali ke koridor demokrasi, mengingat banyak coreng hitam bagi demokrasi di muka rezim Jokowi.
Mulai dari pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuahkan kesempatan putra Jokowi menjadi Cawapres, dugaan mobilitas aparat yang diarahkan ke paslon tertentu, hingga pernyatan Presiden sendiri soal dirinya boleh ikut berkampanye yang dinilai kontradiktif dengan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sejumlah Perguruan Tinggi lain pun mengekor langkah UGM ini dengan membuat pernyataan yang garis besarnya hampir sama. Ini patut diacungi jempol. Karena langkah seperti ini menunjukan bahwa sebuah Kampus kembali ke marwah seharusnya dimana menjadi fungsi sosialnya sesuai Tridharma Perguruan Tinggi–dimana ada keharusan untuk megabdi pada kepentingan masyarakat.
Kita tahu akhir-akhir ini Kampus hanya berkutat seputar meraup sebanyak-banyaknya keuntungan melalui sistem yang diberi nama Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Dampaknya terlihat bagaimana ada sebuah kampus negeri yang memberi skema pembayaran uang kuliah bagi mahasiswa melalui skema Pinjaman Online (Pinjol). Itu contoh bahwa kampus hanya untuk kepentingan industri.
Tapi langkah kritis ini juga seakan menjadi boomerang tersendiri di musim politik saat ini. Kampus harus bisa menjaga independensinya dari kubu politik mana pun, yang dikhawatirkan dengan picik memanfaatkan momentum ini untuk menjadi senjata kepentingan strategi politiknya. Seharusnya sejak awal penggodokan pembahasan putusan MK yang dinilai tidak memenuhi unsur etik, kampus sudah lantang berteriak. Atau mungkin berteriak jauh ketika beberapa Undang-undang yang yang jauh dari kepentingan rakyat.
Toh, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang Kampus harus berani memastikan bahwa langkah ini harus murni untuk pencerdasan masyarakat, sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Karena tak ada kata terlambat untuk terlibat menjaga akal sehat rakyat.
Penulis: Alif Bintang/Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2021
Editor: Annisa/BU