Bidikutama.com – Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah/2020. Minal Aidzin Walfaidzin. Seperti kita ketahui dan pada umumnya selain menjadi ajang silaturahmi, Hari Raya Idul Fitri juga memiliki dimensi sosial lain, yakni menjadi tempat dimana meja makan terisi penuh oleh berbagai hidangan pada beberapa rumah tangga. Hidangan tersebut disajikan sebagai bentuk rasa syukur, serta menjadi penghormatan juga bagi beberapa orang lain yang akan datang untuk sekadar silaturahmi.
Sekilas hal tersebut tidaklah janggal, dan memang semestinya begitu. Namun terkadang ada budaya yang biasa tertinggal dalam diri beberapa orang, yaitu membuang makanan yang masih tersisa. Bagi sebagian orang ini hal yang biasa, namun bagi beberapa yang lain ternyata hal ini bisa menyakiti hati mereka.
Menurut laporan New York Times, ada beberapa negara di Benua Afrika yang sudah masuk ke dalam zona rawan pangan, terlebih lagi saat di-lockdown seperti ini. Di Nairobi dan Kenya, orang-orang yang putus asa untuk makan menyerbu pembagian tepung dan minyak goreng secara brutal akibat dari putus asa kurangnya makanan pada mereka. Insiden ini menyebabkan banyak orang luka dan bahkan dua orang tewas.
Di India, ribuan pekerja mengantre setiap dua kali dalam sehari untuk sepotong roti dan sayuran matang agar tidak kelaparan. Bahkan, rumah tangga miskin di seluruh Coloumbia menggantungkan pakaian merah dan bendera dari jendela dan balkon mereka. Hal tersebut dilakukannya sebagai simbol bahwa mereka lapar.
Masalah pangan di dunia memang selalu menjadi masalah serius setiap waktunya. Sebelum ada Coronavirus saja, dalam laporan Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) sudah ada 135 juta orang kelaparan di dunia. Dan menurut Arif Husain, Chief Economist at the World Programe a United Nations, 265 juta orang diperkirakan bisa terdorong ke ambang kelaparan pada akhir tahun akibat dari Coronavirus.
Kemudian muncul dalam benak sebuah pertanyaan, “Lalu apa hubungannya dengan saya membuang makanan?”. Laporan majalah National Geographic edisi Agustus 2014 mencatat data FAO, sepertiga bahan makanan yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia hilang atau terbuang setiap tahun. Angka 1,3 juta metrik ton yang hilang cukup untuk memenuhi pangan tiga miliar orang.
Artinya setiap sedikit saja yang kita buang jika terakumulatif, jumlahnya akan dapat memenuhi 1/3 pangan dunia. Bayangkan saja, saat ada 135 juta orang kelaparan di luar sana, kita justru menyisakan banyak makanan di meja makan kita dan memilih untuk membuangnya. Betapa hal tersebut tidak menyakiti hati mereka?
Bahkan, Paus Fransiskus mengecam budaya membuang makanan di tengah dunia yang kian konsumeristis dan mengatakan mereka yang membuang makanan sama dengan mencuri makanan orang-orang miskin. Lebih tegas lagi, dalam Islam juga diajarkan hal serupa untuk tidak membuang-buang makanan kita, “Sesungguhnya Allah membenci kalian karena 3 hal: “kata-katanya” (berita dusta), menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta.” (HR.Bukhari). Karena makanan juga merupakan harta yang Tuhan berikan kepada umat muslim, menyia-nyiakan harta juga berarti membuang makanan.
Namun bukan berarti kita tidak boleh menyajikan makanan dalam jumlah besar saat hari raya, boleh saja. Tapi alangkah baiknya jika ada di antara kita yang masih membuang makanan dalam kondisi layak saat hari raya, sebaiknya kita sama-sama ubah kebiasaan tersebut. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk kita sendiri, sebagai mahkluk individu yang taat pada Tuhan, dan sebagai mahkluk sosial yang peduli terhadap kemanusiaan.
Jika kita tidak mampu menghabiskannya, kita bisa membagikannya dengan tetangga di sekitar kita. Atau lebih baik lagi, jika kita sudah tahu tidak akan habis, seyogianya kita berikan sebagian dari milik kita kepada mereka yang membutuhkan.
Penulis : Itmamul Wafa Sidiq (Ketua Himagron Untirta 2020)
Editor : Thoby/BU