Bidikutama.com – Seorang calon siswa penyandang disabilitas ditolak saat mendaftar ke sekolah negeri yang telah ditetapkan sebagai sekolah inklusi di Banten. Penolakan tersebut terjadi lantaran hasil tes psikologis calon peserta didik berada di bawah angka 80, calon peserta didik tersebut merupakan anak berkebutuhan khusus tunagrahita, dan merupakan atlet lari. Rabu (2/7)
Masalah ini menjadi sorotan karena bertentangan dengan semangat inklusi yang seharusnya menjadi dasar dari sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah inklusi bukan hanya soal label, tetapi tentang bagaimana sekolah mampu membuka akses dan memberi ruang bagi semua anak untuk belajar bersama termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Ketua Komunitas Area Disabilitas (Koreda) Banten, Nur Hadi Asmara, menyebutkan bahwa menolak siswa disabilitas hanya karena skor psikologisnya di bawah angka 80 jelas merupakan bentuk diskriminasi yang sistemik.
Dikutip dari Titiknol.co.id, Komunitas disabilitas di Banten juga menyebut penolakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi. Mereka menegaskan bahwa sekolah sudah melanggar aturan, termasuk Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, yang mewajibkan setiap sekolah inklusi menerima siswa penyandang disabilitas dan menyediakan fasilitas yang mendukung bagi mereka.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas juga menyatakan bahwa pendidikan adalah hak semua warga negara, tanpa terkecuali. Fakta bahwa sekolah inklusi dapat menolak calon siswa penyandang disabilitas menunjukkan bahwa masih banyak sekolah belum benar-benar memahami arti inklusi. Lebih parah lagi, pemerintah daerah belum secara aktif memantau atau mengevaluasi kesiapan sekolah-sekolah inklusi yang sudah ditetapkan.
Situasi ini bisa merusak kepercayaan publik, terutama dari kelompok disabilitas yang selama ini berjuang mendapatkan ruang yang adil dalam pendidikan. Ketika hak mereka diabaikan, mereka punya alasan kuat untuk menyuarakan keberatan, seperti yang sudah dilakukan oleh salah satu komunitas disabilitas di Banten.
Sekolah inklusi seharusnya menjadi simbol keterbukaan dan keadilan dalam dunia pendidikan, jika dalam praktiknya masih ada penolakan artinya masih ada yang keliru dalam sistem yang sedang berjalan. Pemerintah dan sekolah harus duduk bersama, mengevaluasi, dan segera memperbaiki.
Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali, anak-anak penyandang disabilitas tidak boleh lagi dipinggirkan hanya karena sekolah belum siap menerima. Justru kesiapan itu harus dibangun, bukan dijadikan alasan untuk menolak.
Penulis: A. Dinara/BU
Editor: Anggi/BU











