Bidikutama.com – Beberapa waktu lalu, pembahasan provinsi paling tidak bahagia menjadi marak diperbincangkan dan mendapat berbagai respon dari masyarakat. Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada berita CNN, Banten jadi provinsi paling tidak bahagia nomor 1. Senin (10/6)
Data yang dilansir dari BPS ini memiliki indikator ketidakbahagiaan tersendiri seperti kepuasaan hidup, perasaan dan makna hidup. Berdasarkan data tahun 2021 jika diurutkan dari bawah, Banten memiliki skor sekitar 68% masyarakat yang tidak puas hidup di Banten.
Meskipun ada provinsi lain yang memiliki skor di atas 70% tingkat ketidakbahagiaannya. Tetapi, tetap saja, Banten menjadi Provinsi yang paling tidak bahagia. Lantas, apa yang membuat Banten menjadi provinsi paling tidak bahagia jika diukur dari 3 indikator tadi? Dari banyaknya Kota, Kabupaten, dan Kecamatan, mari lihat ke titik utama yaitu Kota Serang sebagai Ibukota.
Sebagai masyarakat yang tinggal di Banten, hal ini justru jadi pertanyaan, mengapa Kota Serang bisa menjadi Ibukota? Jika dilihat dari infrastruktur jalan saja, rasa-rasanya masih banyak kendaraan yang sering mengalami kecelakaan tunggal yang disebabkan oleh jalan berlubang dan bergelombang. Bahkan, Penerangan Jalanan Umum (PJU) masih banyak yang tidak menyala di pusat kota. Kemudian fasilitas umum seperti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang tidak layak untuk dilalui kucing, bisa saja kaki kucing yang lewat tersangkut di lubang yang ada di hampir semua anak tangga.
Alun-alun yang tidak terawat dengan baik justru makin hari makin terlihat seperti bangunan untuk uji nyali. Plafon yang tidak pernah diganti berjamur yang keropos dimakan usia tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat, bagaimana jika atap bangunan roboh saat banyak orang dibawahnya? Belum lagi trotoar yang seharusnya digunakan orang untuk berjalan justru digunakan para pedagang untuk membuka lapak jualan.
Bukan hanya pedagang, trotoar di Kota Serang bahkan dihalau oleh Pos Pol Pamong Praja (PP). Hal ini sudah pasti mengganggu aktivitas pengguna jalan karena mereka bahkan tidak bisa melewati jalan tersebut karena dipadati pedagang. Pemasangan kursi di trotoar jalan pun rasanya tidak berguna karena sudah banyak yang mengalami kerusakan parah, hingga saat ini tidak mendapatkan perbaikan dari pihak berwenang.
Masih permasalahan fasilitas umum, transportasi umum yang ada di Kota Serang dapat dikatakan sangat kurang layak untuk digunakan. Hanya ada 2 pilihan transportasi umum yang bisa digunakan, yaitu angkot dan ojek, itupun dengan kondisi kendaraan yang kurang layak dan tarif yang mahal.
Dinas Pariwisata meluncurkan hanya 1 odong-odong yang hanya bisa diakses wisatawan, lalu bagaimana dengan rakyat?
Lebih jauh lagi dibandingkan infrastruktur, pendidikan di Banten pun masih banyak yang bisa dikatakan tidak layak.
Bagaimana muasalnya sekolah ambruk secara tiba-tiba jika tidak ada kerusakan parah yang dibiarkan? Kasus ini terjadi di MTsN 5 dan SMPN 6 Kabupaten Lebak yang jaraknya hanya 2 jam dari Kota Serang. Itu baru 2 kasus infrastruktur yang terekspos media, lalu bagaimana dengan kualitas pendidikannya?
Di Tangerang, ada sejumlah sekolah yang disinyalir melakukan pungutan liar kepada orang tua siswa baru dengan label ‘uang kursi’. Belum lagi kini banyak sekolah yang mewajibkan siswanya untuk membeli seragam dari koperasi sekolah yang harganya bisa dua kali lebih mahal dibandingkan toko seragam di luar. Termasuk pembelian modul pembelajaran yang dipaksa secara halus oleh pihak sekolah, padahal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sendiri sudah memberikan amanat alokasi 20% dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk keperluan modul pembelajaran.
Penjabat (Pj) Gubernur Banten mengatakan bahwa angka stunting di Banten turun menjadi 20% dari tahun sebelumnya yaitu 24%. Faktanya, masih banyak masyarakat Kota Serang yang tinggal (tidur, hidup, dan makan) dengan hasil memulung.
Kemudian lingkungan sekitar yang tidak layak dengan bangunan semi-permanen berjejer seperti pajangan di sudut kota ini. Bahkan, di Kecamatan Kasemen masih banyak masyarakatnya yang menggunakan air saluran irigasi untuk mandi, mencuci baju, bahkan mengambil air dari aliran yang sama dan bercampur sampah basah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dianggarkan pada tahun ini sebesar Rp11,73 Triliun. Namun, sudah hampir satu tahun semenjak disahkannya proposal proyeksi APBD Provinsi Banten masih banyak infrastruktur, fasilitas umum, pendidikan dan kesehatan yang belum terlihat membaik.
Tidak adanya kepuasan dan motivasi hidup masyarakat di Banten sudah jelas disebabkan oleh apa. Seharusnya Pemerintah mampu menganalisa keperluan pembangunan yang memiliki urgensi tinggi seperti infrastruktur yang memadai terlebih dahulu dengan keamanan yang terjamin.
Penulis : Ipah Alya F/Mahasiswi Ilmu Komunikasi Untirta
Editor: Rani/BU